Oleh:
H. Idris Parakkasi
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Alauddin Makassar
Email: idris_parakkasi12@yahoo.com
Pengenalan budaya akademik dan kemahasiswaan yang sering dikenal PBAK adalah agenda rutin tahunan bagi perguruan
tinggi, mulai tingkat universitas, fakultas, jurusan sampai pada tingkat
kemahasiswaan. Penyambutan mahasiswa baru dari hasil seleksi yang begitu ketat
baik secara akademik, karakter, kesehatan
maupun kemampuan tentunya memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi
untuk mempersiapkan generasi yang tangguh dari bibit yang unggul dari hasil
seleksi. Bagaimana sebenarnya generasi tangguh
yang diharapkan dalam Islam?
1.
Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
Salimul aqidah
merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih,
seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan
yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”
(QS. 6:162).
2.
Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah
merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu
haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”.
Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap
peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh
ada unsur penambahan atau pengurangan.
3.
Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq
merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam
hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang
mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka
Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah
SWT di dalam Al Qur’an. Allah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. 68:4).
4.
Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul jismi
merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani
berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan
haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang
sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan
lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang
muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan.
Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal
itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan.
Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang
lemah (HR. Muslim)
5.
Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
Mutsaqqoful fikri
merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah
satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap
ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang
artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS 2:219)
Di dalam Islam, tidak
ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan
aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman
dan keilmuan yang luas.
Oleh karena itu Allah
mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana
firman Allah yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan
orang yang tidak mengetahui?”‘, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran”. (QS 39:9)
6.
Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsihi
merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena
setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk.
Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat
menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang
berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia
harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa
nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)
7.
Harishun Ala Waqtihi (menghargai waktu)
Harishun ala waqtihi
merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian
yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam
Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri,
wallaili dan seterusnya. Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah
yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia
yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah
semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan
waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah
kembali lagi.
Oleh karena itu
setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik
sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia.
Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima
perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat
sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum
miskin.
8.
Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi
syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an
maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan
masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan
baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan
bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain,
suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan,
profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat ,
berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang
mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9.
Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi
merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan
sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian
terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang
telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena
pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan
memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq,
shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah
mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu
memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian
inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik.
Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki
yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill
atau ketrampilan.
10.
Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Nafi’un
lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang
dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang
disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim
tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap
muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal
untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam
kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah
yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir).
Olehnya
itu diharapkan PBAK dapat menjadi pintu awal bagi mahasiswa baru untuk
dipersiapkan menjadi generasi tangguh melalui proses pembelajaran yang
integratif, berkarakter, berperadaban, berdaya saing dan kolaboratif. Disinilah
peran para civitas akademika untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam
menyatukan visi-misi pembelajaran, kurikulum yang unggul, pelayanan yang professional, fasilitas yang
memadai, lingkungan kerja yang berkarakter serta keteladanan.
Semoga
Allah swt memberikan kemudahan dan perlindungan dalam menjalankan tugas mulia
ini untuk mencapai cita-cita mulia untuk agama, bangsa dan negara. Wallahu
‘alam