Kebutuhan Pariwisata Halal
terhadap Model Manajemen Krisis dan Bencana
Bertambahnya jumlah bencana di
berbagai belahan dunia, hingga yang terbaru yaitu penyebaran COVID 19 memberikan dampak pada ekonomi, terutama
di bidang pariwisataSemenjak manajemen krisis hadir pada tahun 1960, pengusulan
kerangka kerja manajemen krisis semakin bertambah. Akan tetapi, masih terdapat
kekurangan pada pondasi konseptual dan teoritikal, dan pengujian konsep. Dapat
disimpulkan bahwa manajemen krisis perlu dikembangkan dan di butuhkan
pembaharuan model yang berkualitas seiring dengan bertambahnya krisis.
Pariwisata halal memberikan
dampak ekonomi yang baik bagi Produk Domestik Bruto di negaranya. Bahkan
mendapatkan mendapatkan perhatian dari kalangan praktisi dan peneliti. Akan
tetapi, Pembahasan manajemen krisis dan bencana untuk pariwisata halal masih
sangat sedikit dan belum satupun terdapat model. Selain itu, karakteristik
pariwisata halal berkaitan erat dengan ajaran agama Islam, sedangkan agama
Islam juga berkaitan dengan studi bencana dan krisis, maka disitulah tantangan
bagi praktisi ekonomi Islam, dimana penggabungan keduanya yang sangat penting tetapi tidak mudah. Terdapat
aspek yang menghalangi dari segi perspektif oleh beberapa kalangan peniliti,
antara lain muslim berperilaku fatalistism terhadap bencana. Tentunya perspektif
ini bertentangan dengan akademisi muslim, bahwa perilaku fatalistik di
pengaruhi oleh pemahaman agama yang kurang baik, faktor ekonomi dan sosial.
Untuk itu, kedudukan penelitian ini berkontribusi menghubungkan antara pariwisata
halal dan manajemen krisis dan bencana untuk menciptakan manajemen krisis
pariwisata yang efektif.
Hubungan antara Keyakinan
Agama dan Perilaku Respon Terhadap Bencana Untuk Menciptakan Model Manajemen Krisis dan
Bencana
Membahas tentang manajemen
bencana pariwisata, maka hal itu tidak terlepas dari induk keilmuan manajemen
bencana. Manajemen krisis pariwisata merupakan adopsi dari manajemen bencana .
Bahkan beberapa akademisi membedakan
antara manajemen krisis dan manajemen bencana. Sebab itu, kita mendapatkan
banyak kerangka fase dalam literatur manajemen krisis/bencana pariwisata. Terdapat
empat pendekatan manajemen krisis. Yaitu, life cycle approach, strategic
crisis management framework,
Action-oriented crisis management, dan integrated approach.
Dari keempat kerangka, ada beberapa peneliti mencoba untuk menggabungkannya. penelitian
ini menggabungkan kerangka manajemen krisis dan bencana untuk memberikan
fleksibilitas antara penanganan krisis maupun bencana pada pariwisata halal. Penggabungan
itu terdiri dari kerangka kerja dari life cycle approach, integrated approach,
dan memasukkan pendekatan strategi.
Untuk mengisi elemen tanggapan
dalam manajemen bencana dan krisis, peneliti menggunakan strategi pengurangan
risiko bencana pada ajaran agama. Pemahaman yang lebih mendalam tentang peran
kepercayaan agama dalam respons bencana publik akan menghasilkan strategi
pengurangan risiko bencana yang lebih spesifik dan sesuai budaya. Keyakinan
agama menentukan sikap tentang menanggapi risiko: konsekuensi spiritual,
efektivitas merespons dan mendorong perilaku reaktif untuk merespons dampak
bencana. Ada tiga aspek yang akan dikaji dalam mengkategorikan elemen tersebut
yaitu keyakinan dalam Islam, respon perilaku, dan respon psikis. Keyakinan
dalam Islam terdiri dari persepsi masyarakat terhadap bencana, kesadaran
terhadap bencana, dan praktik ibadah. Respon
perilaku mempunyai banyak macam yaitu respon tahap awal, evakuasi, perilaku
informasi, perilaku pengambilan keputusan, kolaborasi dan koordinasi, perilaku
emergency, komunitas penanggulangan
bencana, perilaku adaptasi, peramalan bencacana, perilaku kepemimpinan. Yang
terakhir yaitu respon psikis terdiri dari kegiatan capacity building, dan
Pelajaran yang dipetik tentang respons psikososial. Ketiga elemen dan
indikatornya akan dijadikan pijakan dalam menentukan coding pada literatur,
al-Quran dan Hadits yang akan dijadikan model manajemen krisis dan bencana.
Model Manajemen Krisis dan Bencana untuk Pariwisata Halal
Setiap konsep ilmu yang
dikembangkan berbasis Islam akan didapatkan pondasi didalamnya, pondasi
keyakinan agama membentuk persepsi masyarakat tentang risiko dan bencana.
Prinsip dalam Islam merupakan wujud dari komitmen untuk mencapai suatu tujuan (mardhatillah).
Semua pondasi tersebut untuk mengikat hubungan manusia dan Allah. Ada tiga
prinsip Islam yaitu I’tiqadiyyah, Ubudiyyah, dan Akhlaqiyyah. I’tiqadiyyah
merupakan keyakinan muslim terhadap Allah. Hal itu akan memberikan muslim
kekuatan menghadapi semua masalah, sehingga diperlukannya ubudiyyah atau
beribadah kepada Allah. Beribadah kepada Allah akan menciptakan kepada
akhlaqiyyah (kebaikan) kepada sesama manusia atau al-nas (kesatuan). Prinsip
unity ini memberikan kontribusi dalam menanggulangi bencana.
Crisis Management
Formation, ialah fase
preevent dan prodmoral yang merupakan kegiatan proactive. Crisis Implementation
merupakan kegiatan tanggapan dan pemulihan dilakukan sebagai pendekatan reaktif.
Crisis Management Evaluation, ialah fase long term dan resulation yang
di titik beratkan pada islamic trauma healing dan evaluasi. Dengan
atribut-atribut agama Islam akan menguatkan dan menjaga stabilitas emosional
korban bencana. Studi tentang pesepsi risiko dengan hubungannya “kehendak
Allah” akan menguatkan diri seseorang. Strategi yang dilakukan misalnya membaca
Al-Quran dan Edukasi keagamaan.
Pengendalian strategi merupakan pemilihan strategi yang sesuai serta membuat keputusan yang efektif dengan cepat sehingga berpengaruh terhadap kendali atas krisis / bencana. Meskipun kita mampu merancang strategi untuk membantu manajemen krisis, keputusan yang diambil sebelum krisis terjadi akan memungkinkan manajemen krisis yang lebih efektif, daripada suatu organisasi yang mengelola krisis dengan keputusan yang terburu-buru dan tidak efektif. Maka dari itu, sebagaimana dalam gambar model. Bahwa kerangka manajemen krisis ini bagaikan bangunan dan kami menempatkan Decision making behavior sebagai pondasi atap. Tujuannya ialah memastikan langkah-langkah strategi yang dilakukan pada crisis management formation, implementation dan evalution tepat dan efektif sesuai dengan ajaran Islam. Di dalam Islam setiap kegiatan yang dilaksanakan mengandung maslahah dan mafsadah, kedua konsep itu dipertimbangkan melalui lima tujuan pokok yaitu jiwa, agama, akal, keturunan dan harta (Maqasid sharia). Apabila memenuhi kelima komponen tadi maka terpenuhilah maslahah yang sesungguhnya (mardhatillah).
Rekomendasi
Aspek yang dibutuhkan
pariwisata halal dalam menjalankan kerangka manajemen krisis dan bencana diluar
dari literatur yang diteliti. Menilai ketahanan bisnis dalam pariwisata halal.
Sangat penting untuk menilai ketahanan bisnis untuk pengelolaan pariwisata halal
yang keberlanjutan. Karena bisnis pasca bencana dan krisis akan lambat
memulihkan apabila tidak menghitung sejak dini aspek modal finansialnya. Maka
dari itu perlunya perusahaan menggunakan mitigasi risiko finansial dengan
memakai asuransi syariah. Selain itu, pemerintah juga dapat memetakan
perusahaan di lingkungan pariwisata halal dari aspek usia perusahaan. Karena
usia perusahaan berdampak positif mempengaruhi kemungkinan keberlanjutan usaha
di sektor pariwisata. Layanan pencegahan bencana dan krisis. Stakeholder
pariwisata halal minimal menyediakan alat penanggulangan bencana seperti
peralatan pompa, genset, karung pasir, sling pelarian, dan hidran. Disamping
itu dibutuhkan peningkatan skill
pencegahan krisis dan bencana bagi para profesional di sektor pariwisata dan
perhotelan melalui pelatihan setiap tahun. Pemanfaatan Ekonomi digital
halal. Perkembangan digital akan
berkontribusi pada difusi dan komersialisasi produk dan layanan wisata. Melalui
peran ekonomi digital menciptakan content discovery yang baik dalam mengurangi Islamophobia pasca krisis
teroris.
Referensi
Sofyan, A.S., Abror, A., Putra, T.W., Muslihati, M.,
Sofyan, S., Sirajuddin, S., Katman, M.N. and Darussalam, A.Z. (2022),
"Crisis and disaster management for halal tourism: a systematic
review", Tourism Review, Vol. 77 No. 1, pp. 129-145. https://doi.org/10.1108/TR-08-2020-0390